Pages

Tahun Baru Masehi?

‎--Selamat Tahun Baru Palsu—

Apa yang dilakukan umat Islam pada setiap pergantian tahun baru? Merayakannya dengan pesta kembang api, pawai kendaraan bermotor, saling mengucapkan selamat, atau yang agak mendingan meski tetap salah, dengan dzikir berjama’ah, tabligh akbar, mabit, dan semacamnya. Padahal tahun baru yang dirayakan tersebut adalah tahun baru palsu, secara ilmiah terbukti bukan tahun baru yang sebenarnya. Jadi selamat terjebak dalam kepalsuan dan kebohongan.!!

Penentuan tahun dalam kalender masehi benar-benar tidak mencerminkan tahun yg sebenarnya. Klaimnya, kalender masehi dirujukkan pada peredaran bumi mengelilingi matahari yg lamanya 365 hari 5 jam 48 menit 45,1814 detik. Klau kemudian ditetapkan satu tahun 365 hari, tentu itu bukan tahun yg sebenarnya, sebab masih kurang sekitar 6 jam. Kekurangan tersebut kemudian dibulatkan pada tahun kabisat (setiap 4 bulan sekali) menjadi 366 hari dengan menambahkan satu hari pada Februari menjadi 29 hari (seperti pada tahun 2012). Itupun untuk tahun yg bisa dibagi 100 (spt tahun 1900) bukan tahun kabisat, kecuali bisa dibagi dengan 400 (spt tahun 2000). Jadi kalau tahun baru dirayakan setiap tahun oleh bangsa Barat dan pengekornya pada tgl 1 Januari jam 00.00, sebenarnya it adalah perayaan palsu. Sebab pada jam tersebut hitungan sebenarnya belum genap satu tahun. Hitungan menjadi genap satu tahun kalau sudah ditambahkan sekitar 6 jam utk tahun pertama sesudah kabisat (contoh 2013. Tahun kabisat sebelumnya 2012). Jadi yg benar bukan jam 00.00 tahun baru pada tahun 2013 itu, melainkan “sekitar” jam 06.00 pagi. Untuk tahun kedua setelah kabisat (2014) “sekitar” jam 12.00, tahun ketiga (2015) “sekitar jam” 18.00, dan tahun kabisat berikutnya (2016) baru sekitar jam 00.00. Penyebutan “sekitar” itu disebabkan memang tidak bisa dipastikan, karena berdasarkan hitungan resminya, lebih dari 365hari itu adalah 5 jam 48 menit 45,1814 detik atau kurang dari 6 jam. Tetapi itu semua tidak menjadi problem bagi para penganut kalender masehi, sebab mereka sudah tidak peduli dengan “kebenaran”, yg penting ramai.

Kepalsuan lainnya, tahun baru masehhi dirayakan setiap jam 00.00 tanggal 1 Januari. Di Madura dirayakan jam 00.00, di Surabaya, Bandung, dan Jakarta juga jam 00.00, padahal posisi matahari pada jam 00.00 di keempat daerah tersebut tidak mungkin sama, ketika di Madura pada jam 00.00 matahari sudah dinyatakan masuk tahun baru, maka pasti di Surabaya, Bandung, Jakarta sampai ke Barat di Sumatera posisi matahari belum sampai pada fase tahun baru. Gambaran sederhananya, ketika di Madura sudah adzan Maghrib, karena matahari sudah terbenam, di Surabaya belum, demikian juga di Bandung dan Jakarta. Beda waktu tempuh matahari antara Madura-Surabaya 3 menit, Madura-Bandung 24 Menit, Madura-Jakarta 27 menit. Jadi semestinya jika di Madura ditiup terompet jam 00.00, di Surabaya jam 00.03, di Bandung jam 00.24, dan di Jakarta jam 00.27.

Hal ini berbeda dengan perhitungan tahun Islam (Hijriah) yang didasarkan pada fakta yg sebenarnya. Satu tahun terdiri dari 12 Bulan (Q.S At-Taubah [9] : 36). Satu bulan itu sendiri didasarkan pada penghitungan yang sebenarnya, yakni mulai dari bulan sabit, bulan purnama, sampai bulan mati. Maka tanggal 1 Muharram, betl-betul mencerminkan bulan yang baru berumur 1 hari. Bulan Muharram 30 hari dan Shafar 29 hari, benar-benar menunjukkan usia bulan dikedua bulan tersebut yg 30 dan 29 hari. Sehingga kalender Islam tidak perlu dikoreksi dengan tahun kabisat. Berbeda dengan tahu baru masehi, tanggal 1 januari tidak mencerminkan hari pertama dari bulan baru. sSebagaimana nanti akan tersaksikan, tanggal 1 Januari 2013, bulan sudah lewat purnama (hari ke-18). Dan tanggal 14 Januari tidak mencerminkan usia bulan yang masuk hari ke-14 (purnama). Karena bulan ternyata sudah muncul sebagian bulan sabit baru (hari ke-2). Ironi lainya ada pada jumlah hari dalam satu bulan. Januari misalnya, jumlahnya 31 hari, sebab umur bulan hanya 29-30 hari. Atau Februaru 28 hari, padahal tidak mungkin bulan berumur 28 hari.

Dari semua fakta tersebut, layakkah umat Islam terusterjebak dalam kepalsuan?? Merayakan sesuatu yang sebenarnya palsu dirayakan?? Terlebih Jelas, Nabi saw tidak merestui perayaan tahun baru ketika beliau datang hijrah ke Madinah. Menurut beliau itu semua perayaan Jahiliyyah. Yang dibenarkan Islam hanya ‘Idul Fithri dan ‘Idul Adlha (Sunan Abi Dawud bab shalat al-‘idain no. 1136 dan sunan An-Nasa’i kitab shalat al-‘idhain no. 1567) jadi dengan demikian, umat Islam yang sibuk menyambut tahun baru dengan beragam acara dan pesta sebenarnya hanya terjebak pada SEREMONIAL JAHILIYYAH.
Jazakumullah Khairan Katsiiraa...
Wallahu a’lam bis-shawab.

#Sumber : Buletin At-Taubah (Ustadz Nashruddin Syarief M.Ag)

windi ariesti

I'm from Indonesia. I like writing, editing video and travelling.

1 comment: